Selasa, 30 Agustus 2011

Doa Ibu Untuk Sang Putra Kelana

Pasang surut gelombang kehidupan keluarga, telah saya alami sejak balita. Saya anak ke-3 dari 7 bersaudara yang lahir di Batur Kintamani 06 September 1963. Disaat saya masih membutuhkan dekapa kasih seorang ayah di usia 5 tahun, ayah meninggal dalam suatu kecelakaan lalu lintas. Ia meninggal terbakar ketika memperbaiki truknya yang mogok di jalan. Ketika itu, ayah berusaha memperbaiki karburator mesin dengan cara ’memancing’ menuangkan bensin kedalamnya. Namun naas, bensin tersebut justru menyemburkan api keluar mengenai ayah dan langsung melumat seluruh tubuhnya dengan ganas. Saat itu Ayah mengenakan Jaket Kulit sehingga api mudah menyambar dan membuatnya jatuh terguling-guling. Begitu memilukan.

Keluarga, terutama Ibu tidak hanya merasa perih dan pilu menghadapi Takdir Dewata ini. Ibu mengalami tekanan batin yang begitu kuat atas kepergian Ayah. Ia tidak percaya Ayah telah tiada. Pada akhirnya Ibu sering bepergian untuk menghilangkan rasa galau, gundah dan gelisah yang terus berkecamuk dalam jiwanya.

Sementara kami, anak-anaknyapun hanya diam terpaku menghadapi badai kehidupan ini. Saya kerap menyaksikan jutaan tetes airmata ibu yang jatuh di pangkuannya mengiringi kepergian Ayah. Tangannya pun terus menengadah memanjatkan doa untuk belahan hatinya yang telah pergi selamanya. Tuhan tempatkan Ayah kami di sisiMU yang terbaik.

Kehidupan keluarga kamipun memasuki lembaran baru. Terbentang suatu titian hidup yang sarat mengandung kerikil dan gelombang tajam. Betapa tidak? Harta atau materi yang terkumpul dari tetesan keringat ayah sirna begitu cepat guna membiayai kehidupan kami sehari-hari.

Belum kering air mata dan keringat keluarga, kembali badai menghembus kencang. Rumah kami satu-satunya, peninggalan ayah, digusur untuk pembangunan jalan pasar kintamani. Itulah ujian iman yang tak bisa dihindari.

Dengan tertatih-tatih kami pindah ke suatu gubuk yang berada di sebelah kantor koramil kintamani. Pengab, panas dan sempit, begitulah suasana kediaman kami yang baru. Betapa perih dan pilu hati ini, namun itulah kepahitan hidup yang harus kami hadapi dengan ikhlas. Saya yakin ada ’ jalan Tuhan yang sudah dipersiapkan dikemudian hari.

Penjual Es Loli

Kerasnya gelombang hidup ini bukan berarti membekukan semangat saya meraih prestasi pendidikan. Menyadari ketidakmampuan keluarga, saya menjual es loli keliling untuk biaya sekolah. Disaat anak lain sebaya saya dengan riang bercanda dan bermain, sebaliknya saya harus bergelut dengan sang waktu mengais rejeki menantang panasnya mentari.

Ibu pun hanya bisa menatap sedih melihat tubuh kecil saya harus terpanggang matahari setiap hari. Saya tahu hati kecilnya pasti menjerit menyaksikan buah hatinya berpeluh keringat mencari rejeki untuk sekolah. Namun saya bersyukur memiliki ibu yang begitu kuat mejalani segala kepahitan yang ada.

Hampir setiap saat dari balik bibir Ibu bergulir doa untuk kami, anak-anaknya. Tuhan bukalah jalan hidup yang terbaik untuk kami sekeluarga. Meski saya sibuk berjualan tapi mampu meraih prestasi tertinggi di sekolah. Itulah kebesaran Tuhan yang hadir di tengah keluarga kami.

Kemiskinan bukan berarti menggerus keimanan keluarga, justru kami semakin taat beribadah. Bukankah disaat seorang umat ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, maka disaat itulah kita harus siap menghadapi ujianNya?.

Kehidupan kami serba kekurangan, bahkan untuk pakaian sekolah pun saya hanya memiliki sepasang. Masih terbayang dalam ingatan ketika saya sering diejek teman-teman karena mengenakan celana sobek. Cercaan ini saya hanya menanggapinya dingin, tidak ada dendam atau amarah. Itulah kenyataan yang memang benar adanya.

Hati saya harus kuat meniti kerikil tajam kehidupan ini, yang saya tanamkan dalam sikap ini adalah bagaimana agar ibu bisa selalu tersenyum. Apapun akan saya lakukan asal hati ibu bahagia. Bintang tertinggi dalam kehidupan saya adalah ibu.

Kami berprinsip bahwa orang lain tidak boleh mengetahui hidup keluarga yang serba kekurangan. Walau tak jarang kami hanya memakan sayur labu karena tidak mampu membeli beras tapi tidak diketahui tetangga atau saudara.

Ditengah keluarga, kami menanamkan rasa kekompakan serta saling membantu demi membahagiakan orang tua. Secara tak langsung, rutinitas kehidupan kami yang terbiasa berdagang, justru menumbuhkan jiwa entrepreneur sejak usia anak.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, titian kehidupan kami pun tak pernah berubah. Saya melewati masa remaja tetap mesti  kerja keras untuk menyelesaikan jenjang SMA. Menjelang sekolah saya berjualan bakpau keliling, uniknya banyak teman justru simpati atas kemandirian saya. Tak sedikit diantara mereka yang sengaja membeli bakpau dengan jumlah banyak.

Dibalik itu, ada juga teman wanita yang ingin ’dekat’ karena tertarik atas kemandirian saya. Tapi, saya tidak menanggapi mengingat dengan berpacaran dapat mempersempit ruang gerak untuk menopang kebutuhan keluarga. Buat apa pacaran? Begitu kata yang terucap dari relung hati yang begitu dalam.

Keprihatinan hidup yang kami alami, semakin menumbuhkan rasa sosiawan saya kepada mereka yang membutuhkan. Kendati saya susah, namun ada beberapa teman yang saya beri jalan keluar untuk mengatasi kesulitan hidupnya.

Pernah ada teman yang mengalami kesulitan keuangan untuk membayar sekolah. Saya membantu dengan memberikan sebagian dagangan untuk dijajakan di tempat lain. Sepersenpun saya tidak minta bagian atas jumlah keuntungan yang diperolehnya. Sebaliknya saya sangat senang berhasil membantu atasi kesulitannya.

Berkelana di Jakarta

Selulus SMA pada tahun 1984, saya berkelana ke Jakarta. Berbekal uang Rp. 200.000,- hasil pinjaman dari Pak Wayan, penjual nasi di terminal Ubung, saya bertekad menaklukkan Kota Metropolitan. Saya menumpang truk sampai daerah Pasar Minggu.

Meski di Jakarta ada keluarga, namun saya tidak mau merepotkannya. Saya bisa dibilang hidup menggelandang di kota ini, hidup di emperan toko dan kerja serabutan. Mulai dari tukang cuci mobil, kernet bus, sampai tukang kebun. Saya harus kuat dan pantang menyerah. Terlebih hampir tiap malam saya terngiang doa ibu untuk saya. Ibu teruskanlah tandahkan tanganmu panjat doa.

Selama di Jakarta, saya banyak mengenal kehidupan gelap. Namun saya tidak terjerumus kedalamnya karena dimanapun bumi saya injak tak boleh lepas dari ibadah. Saya akui, beratnya titian hidup di Jakarta masih lebih nikmat dibanding jadi orang miskin dikampung sendiri. Karena saya tidak banyak mengenal orang di Jakarta hingga terhindar dari bahan ejekan orang.

Suatu ketika saat jadi  kernet omprengan Cililitan-Pulogadung-Kampung Melayu pernah menjadi korban penodongan. Bukan hanya uang setoran yang amblas, juga jam  tangan. Akhirnya saya diwajibkan mengganti, resikonya adalah tidak memperoleh upah selama 3 hari.

Ada Tangan Tuhan

Disamping bebekal doa, terutama doa ibu, saya juga menanamkan 3(tiga) sikap dasar untuk memperoleh kesuksesan hidup di bidang apapun, yaitu : Kejujuran, Disiplin, dan Semangat Kerja. Paling tidak saya telah membuktikan melalui kesuksesan saya memperoleh pekerjaan tetap di beberapa pekerjaan. Antara lan : CV. Ganesa Exact Bandung dan PT. Wirabuana Intren(Aqua).
Gaji pertama saya langsung beli baju, membantu saudara dan Ibu di Bali.Bahkan saya mengganti uang Bapak Wayan yang dipinjamkan untuk bekal ke Jakarta begitulah kebahagiaan pertama yang bisa saya raih setelah terkukung kemiskinan hingga belasan tahun.

Sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 1995 saya bekerja di dua perusahaan tersebut, selebihnya saya berwirausaha di berbagai bidang mulai dari berdagang, buka bengkel, production house, IBO ( independent Business Owner), penulis dan pengusaha kuliner.

Pengalaman panjang di bisnis dan manajemen, saya sosialisasikan keseluruh nusantara melalui penulisan beberapa judul buku : Modal Kecil Untung Besar, Virus Anti Gagal, ‘Bodoh’ Lebih Cepat Sukses,dan Percuma Berbisnis Kalau Keluarga Berantakan, Mengintip 17 Pengusaha Sukses Bermodal Tekad, Buku Buah Pikir I Nyoman Londen, dan segera Lounching buah karya tulisnya yang ke-7 berjudul “BBS ( Bangkrut, Bangkit, Sukses )”

1 komentar:

Halo, salam dalam nama Tuhan. i am a Iblaze Adams Scofield, saya akan senang untuk memberitahu setiap pencari pinjaman mencari pemberi pinjaman pinjaman swasta yang sah, bijaksana dan tidak menjadi korban penipuan, saya telah scammed bergilir di internet semua karena saya membutuhkan pinjaman. Untuk meringkas semua yang dikatakan, saya diarahkan ke sarahmantiwongloanhome@gmail.com, itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan, saya menerima pinjaman saya setelah membayar biaya yang mereka sebut biaya transfer, pada awalnya saya menyimpulkan, para thives yang sama tetapi untuk saya kejutan, saya mendapat pinjaman saya. Kebenaran yang mereka katakan adalah baik, In-kasus ada yang membutuhkan pinjaman jangan jatuh ke tangan pencuri, silakan tulis Mrs. Sarah di Email ini, sarahmantiwongloanhome@gmail.com Terima, kasih dan Tuhan memberkati Anda semua.



Posting Komentar

Mari Sharing di Twitter dan FB saya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More